I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran akhlak ialah pembelajaran tentang
bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak tanduknya atau tingkah
lakunya, didalam pelaksanaan pembelajaran berarti bagaimana proses kegiatan
belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik,
artinya orang yang diajarkan punya bentuk batin yang baik menurut ajaran Islam
dan nampak dalam perilakunya sehari-hari, atau dalam bentuk sederhana adalah
bagaimana cara orang berakhlak terpuji menurut ajaran Islam.
Jadi hakikat pembelajaran aqidah akhlak adalah apa
sebenarnya intisari atau dasar dari keyakinan dan perilaku (yang berdasarkan
bentuk batin) yang baik menurut ajaran Islam dan bagaimana cara atau proses
manusia untuk mempelajarinya, agar manusia memahami ajaran itu dengan baik.
Jika disederhanakan lagi maka program ini dimasudkan adalah bagaimana agar
mahasiswa mengetahui dan memahami apa sebenarnya dasar atau intisari dari
ajaran tentang keyakinan dan perilaku yang baik dalam ajaran Islam, serta bagaimana
proses atau cara untuk mengajarkannya kepada siswa.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar Mata Pelajaran Aqidah Akhlah?
2. Bagaiman
peta konsep Mata Pelajaran Aqidah Akhlah?
3. Bagaimana
strategi pembelajaran Aqidah Akhlak?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui konsep dasar Mata Pelajaran Aqidah Akhlak.
2. Untuk
mengetahui peta konsep Mata Pelajaran Aqidah Akhlak.
3. Untuk
mengetahui strategi pembelajaran Aqidah Akhlak.
II.
PEMBAHANASAN
A. Konsep Dasar
Aqidah Akhlak
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu
عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian.
Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang
harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta
terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh
badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan
bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang
membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan
yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa
aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang
muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap
muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Kata
akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata jamak dari benntuk tunggal khuluk, yang pengertian umumnya adalah
perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diuraikan
secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabungkan (khalaqa)
berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khalik yaitu Allah Swt
dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Hal ini berarti
akhlak merupakan sebuah perilaku yang muatannya menghubungkan antara hamba
dengan Allah Swt.[1]
Pembelajaran
Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan
merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman,
keteladanan dan pembiasaan.
Mengenai
fungsi pembelajaran Aqidah Akhlak, di dalam Standar Kompetensi Madrasah
Tsanawiyah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kurikulum 2004, telah dijelaskan:
1. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai
pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.
Pengembangan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik
seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan
keluarga.
3.
Penyesuaian
mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak.
4.
Perbaikan
kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Pencegahan
peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing
yang akan dihadapinya sehari-hari.
6.
Pengajaran
tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan
fungsionalnya.
7.
Penyaluran
peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
Tujuan
pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya sikap batin
yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan perbuatan bernilai baik
sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Pembelajaran
Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta
didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik
tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
B.
Peta
Konsep Pembelajaran Aqidah Akhlak
1. Akhlak Mahmudah
Akhlak
mahmudah adalah “akhlak terpuji atau akhlak yang mulia di sisi Allah dan di
sisi manusia.[2]
Diantara
akhlak mahmudah adalah :
a. Mahabbah
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
b. Roja
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah.
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah.
c. Syukur
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
d. Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Ridho
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
f. Taubat
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
g. Taqwa
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
2. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang tidak baik,
yang tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, dibawah
standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral,
tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang
tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah
sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya
oleh manusia. Dan daripadanya akan memberikan dampak negatif terhadap dirinya
sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwasanya yang disebut dengan akhlak
madzmumah ialah “semua sifat, perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negative.[3]
Meskipun demikian menurut Al-Ghazali asal mula yang menjadi biang dari
adanya akhlak madzmumah tersebut yakni kelobaan, ekses nafsu seksual, nafsu
untuk berkata berlebihan, amarah hebat, rasa iri, rasa dendam, cinta dunia,
cinta harta, kebakhilan, kemegahan, kesombongan, kecongkakan, dan penipuan
terhadap diri sendiri, dan untuk membuang biang-biang dari sifat tersebut dapat
dilakukan dengan jalan riyadhah dan membiasaan menahan diri atau mujahadah.[4]
a. Akhlak Tercela Terhadap Allah
Adapun diantara sikap dan perilaku manusia yang
termasuk bentuk dari akhlak tercela terhadap Allah Swt., yaitu:
1) Ria
Sifat ria berhubungan erat dengan sifat sum’ah yang
mana menurut Imam Ghazali ria berasal dari kata ru’ya yang berarti
memperlihatkan, atau secara jelasnya dapat difahami dengan “ingin dilihat
orang-orang supaya mendapat kedudukan atau pujian” sedangkan sum’ah
berasal dari kata sama’ yang berarti mendengar, memperdengarkan, atau
juga menceritakan (amal kebaikan).[5]
2)
Nifak
Nifak dari segi bahasa memiliki arti berpura-pura pada agamanya. Sedangkan
dari segi istilah yaitu orang yang menyembunyikan kekafirannya namun menyatakan
keimanannya. Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menjelaskan
bahwa kata munafik adalah diambil dari kata Nafiqa’ul yarbu (liang binatang
seperti tikus, kakinya lebih panjang dari tangannya, ekor dan telinganya lebih
panjang kalau dibandingkan dengan tikus). Disebutkan bahwa yarbu memiliki dua
buah liang, sebuah disebut nafiqa’ dan sebuah lagi disebut qasia’. Dia bisa
menampakkan dirinya pada liang yang satu dan keluar lagi dari liang yang lain.
Oleh karena itulah orang yang berbuat demikian disebut munafik, sebab dia
menampakkan dirinya bahwa dia seorang yang Islam, tetapi dia keluar dari Islam
itu kea rah kafir. Kemunafikan itu ada dua macam:
a) Kemunafikan
yang mengeluarkan dari agama dan mengantarkan orang kepada golongan orang-orang
kafir serta membawa ke dalam golongan orang-orang yang diabadikan di dalam
neraka.
b) Kemunafikan
yang membimbing pemiliknya ke neraka pada batas waktu tertentu atau mengurangi
dari derajat kemuliaan dan menurunkan dari tingkat sadiqin.[6]
b. Akhlak Tercela Terhadap Diri Sendiri
Yang termasuk akhlak tercela terhadap diri sendiri diantaranya adalah:
1) ‘Ananiya
‘Ananiyah yaitu sikap mementingkan
diri sendiri. Dapat pula diartikan dengan egois atau ingin menang sendiri
karena kedua sikap itu memiliki kesamaan, yakni sikap individualistik.
Manusia adalah makhluk sosial (zone
poloticon) yang sepanjang hidupnya sangat membutuhkan bantuan orang lain, untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu sifat ‘ananiyah sangat tidak
pantas dimiliki oleh manusia, sebab hal ini bertentangan dengan naluri manusia
itu sendiri. Sikap perilaku ‘aniyah atau mementingkan diri sendiri, merupakan
sikap yang tidak terpuji. Selain itu, dapat menimbulkan akibat negatif bagi
pelakunya, diantara dampak dari sifat ini yaitu:
a) Dibenci
banyak orang karena didunia ini tidak ada seorangpun yang suka terhadap
perbuatan yang mementingkan dirinya sendiri.
b) Tidak akan
mendapatkan banyak teman karena semua orang akan meninggalkannya.
c) Mendatangkan
banyak musuh tanpa disadarinya.
d) Putus asa
e) Tamak, artinya
serakah, rakus atau ambisius. Adapun menurut istilah, tamak sikap
perilaku tidak puas atas apa yang telah dimilikinya. Sikap tamak atau serakah
merupakan sikap tercela yang harus dihindari dan dijauhi.
c. Akhlak Madzmumah Terhadap Orang Lain
1) Hasad, menurut
Bahasa adalah Iri atau tidak suka. Adapun menurut istilah hasad ialah sifat iri
atau tidak suka kepada orang lain yang mendapat nikmat Allah, baik berupa
prestasi maupun materi kekayaan. Sifat hasad muncul dari keinginan yang
berlebihan terhadap apa yang diraih oleh orang lain, sedangkan jalan untuk
memperoleh seperti yang didapat oleh orang lain tersebut telah tertutup.
Tertutup jalannya karena tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oarang
lain yang sukses tersebut. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan hasad antara
lain:
a) Mengandung
sikap perilaku iri dan dengki.
b) Mengandung
sikap perilaku suka mencari-cari kesalahan orang lain.
c) Mengandung
sikap perilaku suka melempar kesalahan pada orang lain (berburuk sangka)
2) Ghibah, ialah
menggunjing, yaitu suatu perbuatan atau tindakan membicarakan aib atau
kekurangan orang lain, tanpa diketahui oleh orang yang sedang dibicarakannya
itu. Kebiasaan seperti itu, biasanya disebabkan oleh kebiasaan seseorang yang
kurang memperhatikan dirinya sendiri karena merasa dirinya lebih baik daripada
orang lain. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh rasa benci terhadap oarang
yang sedang dibicarakan. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan ghibah antara
lain:
a) Memutuskan
ikatan silaturrahmi antara sesama saudara muslim.
b) Menimbulkan
sikap balas dendam dari pihak yang digunjing.
c) Menimbulkan
permusuhan dan persengketaan.
d) Mendapat
kutukan dan murka dari Allah Swt.
e) Melanggar
etika berbicara dalam pergaulan.
f) Fitnah.[7]
3. Mukjizat
Mu'jizat atau mujizat (Arab معجزة,
Baca Mu'jizah) adalah perkara yang di luar kebiasaan, yang dilakukan
oleh Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, untuk membuktikan kebenaran
kenabian dan keabsahan risalahnya.
Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari
kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu
peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung
kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul.
Pengertian ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan rasul
di dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari
masyarakatnya. Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap
sebagai tipu daya (sihir).
Mukjizat merupakan kejadian atau kelebihan di luar akal manusia yang tidak
dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat hanya dimilki oleh para rasul yang
diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya. Sedangkan apabila ada seseorang
yang memilki sesuatu yang luar bisa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat
melainkan karomah. Kemudian ada pula istilah irhasat dan khawariq,
irhasat adalah pertanda yang terjadi untuk menunjukkan tanda kelahiran
seorang nabi (sebelum kenabian). Sedangkan khawariq adalah kejadian yang
terjadi dalam keadaan yang luar biasa.
Mukjizat biasanya berisi tentang tantangan terhadap hal-hal yang sedang
menjadi trend pada zaman diturunkannya mukjizat tersebut. Misalnya pada zaman
Musa, trend yang sedang terjadi adalah ilmu sihir maka dengan mukjizat tongkat
Musa bisa berubah menjadi ular dan mengalahkan ilmu sihir orang lain yang ada
di sekitarnya. Juga pada zaman Isa, trend yang sedang berkembang adalah ilmu kedokteran
dan pengobatan, maka pada saat itu mukjizat Isa adalah bisa menghidupkan orang
yang sudah meninggal yang merupakan puncak dari ilmu pengobatan.
Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang adalah ilmu
sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Alquran sebagai mukjizat Muhammad. Nabi
yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa menunjukkan
Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra tinggi, tidak
hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang terkandung
di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai rujukan hukum yang
tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir zaman.[8]
Beberapa contoh mukjizat para nabi dan rasul, antara lain:
1) Nabi Daud
memiliki suara merdu sehingga makhluk lain pun ikut bertasbih bersamanya,
sanggup berbicara dengan burung, dan berhasil mengalahkan Jalut seorang
prajurit raksasa dari negeri Filistin, sanggup melunakkan besi dengan tangan
kosong.
2)
Nabi Ibrahim tidak hangus dibakar, karena api yang
membakarnya berubah menjadi dingin.
3)
Nabi Muhammad berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan
untuk membuktikan kenabiannya terhadap orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di
tangannya, batang kurma yang menangis, pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa
masa depan ataupun masa lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah
Al-Alquran.
Mukjizat-mukjizat
tersebut tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:
1) Ilmu,
seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang
akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada kaumnya tentang apa yang mereka
makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka.
2) Kemampuan
dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Musa
yang diutus kepada Firaun dan kaumnya.
3) Kecukupan,
misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan
kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam hijrah,
ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan
Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya
dan lain-lain.
C.
Strategi Pembelajaran Aqiah Akhlak
Jika dilihat dari meteri-materi
pelajaran di atas, mata pelajaran aqidah akhlak lebih menekankan kepada prilaku
siswa. Dengan demikian, peran guru diharapkan lebih dominan dalam membentuk
akhlak siswa. Dengan menggunakan metode yang sesuai dalam
pembelajaran dan cara guru menyampaikan materi belajar di kelas dan kehangatan
guru terhadap anak didiknya akan meningkatkan motivasi dan keantusiasan siswa
dalam belajar. Peranan metode akan nyata jika guru memilih metode yang sesuai
dengan tingkat kemampuan yang hendak dicapai oleh tujuan pembelajaran. Banyak
faktor yang perlu diketahui untuk mendapatkan pemilihan metode yang akurat,
seperti faktor guru sendiri, sifat bahan pelajaran, fasilitas, jumlah anak
didik di kelas, tujuan dan sebagainya.
Dalam
pembelajaran aqidah akhlak seorang pendidik dapat menggunakan metode ceramah
dan diskusi yang dikemas dengan bahan ajar yang menarik sehingga dapat
memotivasi siswa untuk belajar tentang aqidah akhlak itu sendiri dan
mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada
beberapa cara yang digunakan guru untuk merangsang dalam belajar yang dapat
meninggkatkan motivasi siswa dalam belajar,
1. Menggairahkan
Anak didik
Dalam kegiatan rutin dikelas
sehari-hari guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan
membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar, yaitu
dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek ke lain
aspek pelajaran dalam situasi belajar.
2. Memberikan
Harapan Realistis
Guru harus memelihara
harapan-harapan peserta didik yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan
yang kurang dan realistis.
3. Memberikan
Insentif
Bila anak didik mengalami
keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah kepada peserta didik, sehingga
anak terdorong usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran.[9]
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan
merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman,
keteladanan dan pembiasaan.
Pembelajaran
Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta
didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik
tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
Peta Konsep Pembelajaran Aqidah Akhlak
1. Akhlak Mahmudah
Diantara akhlak mahmudah adalah
a.
Mahabbah
b.
Roja
c.
Syukur
d.
Tawakal
e.
Ridho
f.
Taubat
g.
Taqwa
2.
Akhlak
Madzmumah
a.
Akhlak Tercela Terhadap
Allah, diantaranya :
1)
Ria
2)
Nifak
b.
Akhlak Tercela Terhadap Diri
Sendiri, diantaranya :
1)
‘Ananiya
c.
Akhlak Madzmumah Terhadap
Orang Lain, diantaranya :
1)
Hasad
2)
Ghibah
3)
Mukjizat
Dalam
pembelajaran aqidah akhlak seorang pendidik dapat menggunakan metode ceramah
dan diskusi yang dikemas dengan bahan ajar yang menarik sehingga dapat
memotivasi siswa untuk belajar tentang aqidah akhlak itu sendiri dan
mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi
Wahid, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku
Muslim Modern, Solo: Era Intermedia, 2004
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1994
Quasem Muhammad Abul, Etika Al-Ghazali, Bandung
: PUSTAKA, 1988
Nuh Sayyid Muhammad, Mengobati Tujuh Penyakit Hati,
Bandung : Mizan Pustaka,2004
Al Arif Ahmad Adib, Akidah Akhlak , Semarang :
Aneka Ilmu,2009
A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II, Bandung : ARMICO, 2009
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali Press, 1987
No comments:
Post a Comment