Tuesday 16 February 2016

Makalah Mat.PAI Dasar dan Menengah: Konsep Pendidikan Aqidah Akhlak



I.        PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembelajaran akhlak ialah pembelajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak tanduknya atau tingkah lakunya, didalam pelaksanaan pembelajaran berarti bagaimana proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik, artinya orang yang diajarkan punya bentuk batin yang baik menurut ajaran Islam dan nampak dalam perilakunya sehari-hari, atau dalam bentuk sederhana adalah bagaimana cara orang berakhlak terpuji menurut ajaran Islam.
Jadi hakikat pembelajaran aqidah akhlak adalah apa sebenarnya intisari atau dasar dari keyakinan dan perilaku (yang berdasarkan bentuk batin) yang baik menurut ajaran Islam dan bagaimana cara atau proses manusia untuk mempelajarinya, agar manusia memahami ajaran itu dengan baik. Jika disederhanakan lagi maka program ini dimasudkan adalah bagaimana agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa sebenarnya dasar atau intisari dari ajaran tentang keyakinan dan perilaku yang baik dalam ajaran Islam, serta bagaimana proses atau cara untuk mengajarkannya kepada siswa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar Mata Pelajaran Aqidah Akhlah?
2.      Bagaiman peta konsep Mata Pelajaran Aqidah Akhlah?
3.      Bagaimana strategi pembelajaran Aqidah Akhlak?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar Mata Pelajaran Aqidah Akhlak.
2.      Untuk mengetahui peta konsep Mata Pelajaran Aqidah Akhlak.
3.      Untuk mengetahui strategi pembelajaran Aqidah Akhlak.




II.    PEMBAHANASAN
A.    Konsep Dasar Aqidah Akhlak
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata jamak dari benntuk tunggal khuluk, yang pengertian umumnya adalah perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diuraikan secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabungkan (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khalik yaitu Allah Swt dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Hal ini berarti akhlak merupakan sebuah perilaku yang muatannya menghubungkan antara hamba dengan Allah Swt.[1]
Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan.
Mengenai fungsi pembelajaran Aqidah Akhlak, di dalam Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kurikulum 2004, telah dijelaskan:
1.      Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.         Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
3.         Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak.
4.         Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.         Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari.
6.         Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya.
7.         Penyaluran peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan perbuatan bernilai baik sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Pembelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
B.     Peta Konsep Pembelajaran Aqidah Akhlak
1.      Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah “akhlak terpuji atau akhlak yang mulia di sisi Allah dan di sisi manusia.[2]
Diantara akhlak mahmudah adalah :
a.       Mahabbah
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
b.      Roja
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah.
c.       Syukur
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
d.      Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.       Ridho
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
f.       Taubat
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
g.      Taqwa
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
2.      Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Dan daripadanya akan memberikan dampak negatif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwasanya yang disebut dengan akhlak madzmumah ialah “semua sifat, perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negative.[3]
Meskipun demikian menurut Al-Ghazali asal mula yang menjadi biang dari adanya akhlak madzmumah tersebut yakni kelobaan, ekses nafsu seksual, nafsu untuk berkata berlebihan, amarah hebat, rasa iri, rasa dendam, cinta dunia, cinta harta, kebakhilan, kemegahan, kesombongan, kecongkakan, dan penipuan terhadap diri sendiri, dan untuk membuang biang-biang dari sifat tersebut dapat dilakukan dengan jalan riyadhah dan membiasaan menahan diri atau mujahadah.[4]
a.       Akhlak Tercela Terhadap Allah
Adapun diantara sikap dan perilaku manusia yang termasuk bentuk dari akhlak tercela terhadap Allah Swt., yaitu:
1)      Ria
Sifat ria berhubungan erat dengan sifat sum’ah yang mana menurut Imam Ghazali ria berasal dari kata ru’ya yang berarti memperlihatkan, atau secara jelasnya dapat difahami dengan “ingin dilihat orang-orang supaya mendapat kedudukan atau pujian” sedangkan sum’ah berasal dari kata sama’ yang berarti mendengar, memperdengarkan, atau juga menceritakan (amal kebaikan).[5]
2)      Nifak
Nifak dari segi bahasa memiliki arti berpura-pura pada agamanya. Sedangkan dari segi istilah yaitu orang yang menyembunyikan kekafirannya namun menyatakan keimanannya. Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa kata munafik adalah diambil dari kata Nafiqa’ul yarbu (liang binatang seperti tikus, kakinya lebih panjang dari tangannya, ekor dan telinganya lebih panjang kalau dibandingkan dengan tikus). Disebutkan bahwa yarbu memiliki dua buah liang, sebuah disebut nafiqa’ dan sebuah lagi disebut qasia’. Dia bisa menampakkan dirinya pada liang yang satu dan keluar lagi dari liang yang lain. Oleh karena itulah orang yang berbuat demikian disebut munafik, sebab dia menampakkan dirinya bahwa dia seorang yang Islam, tetapi dia keluar dari Islam itu kea rah kafir. Kemunafikan itu ada dua macam:
a)      Kemunafikan yang mengeluarkan dari agama dan mengantarkan orang kepada golongan orang-orang kafir serta membawa ke dalam golongan orang-orang yang diabadikan di dalam neraka.
b)      Kemunafikan yang membimbing pemiliknya ke neraka pada batas waktu tertentu atau mengurangi dari derajat kemuliaan dan menurunkan dari tingkat sadiqin.[6]
b.      Akhlak Tercela Terhadap Diri Sendiri
Yang termasuk akhlak tercela terhadap diri sendiri diantaranya adalah:
1)    ‘Ananiya
‘Ananiyah yaitu sikap mementingkan diri sendiri. Dapat pula diartikan dengan egois atau ingin menang sendiri karena kedua sikap itu memiliki kesamaan, yakni sikap  individualistik.
Manusia adalah makhluk sosial (zone poloticon) yang sepanjang hidupnya sangat membutuhkan bantuan orang lain, untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu sifat ‘ananiyah sangat tidak pantas dimiliki oleh manusia, sebab hal ini bertentangan dengan naluri manusia itu sendiri. Sikap perilaku ‘aniyah atau mementingkan diri sendiri, merupakan sikap yang tidak terpuji. Selain itu, dapat menimbulkan akibat negatif bagi pelakunya, diantara dampak dari sifat ini yaitu:
a)      Dibenci banyak orang karena didunia ini tidak ada seorangpun yang suka terhadap perbuatan yang mementingkan dirinya sendiri.
b)      Tidak akan mendapatkan banyak teman karena semua orang akan meninggalkannya.
c)      Mendatangkan banyak musuh tanpa disadarinya.
d)     Putus asa
e)      Tamak, artinya serakah, rakus atau ambisius. Adapun menurut istilah, tamak sikap perilaku tidak puas atas apa yang telah dimilikinya. Sikap tamak atau serakah merupakan sikap tercela yang harus dihindari dan dijauhi. 
c.       Akhlak Madzmumah Terhadap Orang Lain
1)      Hasad, menurut Bahasa adalah Iri atau tidak suka. Adapun menurut istilah hasad ialah sifat iri atau tidak suka kepada orang lain yang mendapat nikmat Allah, baik berupa prestasi maupun materi kekayaan. Sifat hasad muncul dari keinginan yang berlebihan terhadap apa yang diraih oleh orang lain, sedangkan jalan untuk memperoleh seperti yang didapat oleh orang lain tersebut telah tertutup. Tertutup jalannya karena tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oarang lain yang sukses tersebut. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan hasad antara lain:
a)      Mengandung sikap perilaku iri dan dengki.
b)      Mengandung sikap perilaku suka mencari-cari kesalahan orang lain.
c)      Mengandung sikap perilaku suka melempar kesalahan pada orang lain (berburuk sangka)
2)      Ghibah, ialah menggunjing, yaitu suatu perbuatan atau tindakan membicarakan aib atau kekurangan orang lain, tanpa diketahui oleh orang yang sedang dibicarakannya itu. Kebiasaan seperti itu, biasanya disebabkan oleh kebiasaan seseorang yang kurang memperhatikan dirinya sendiri karena merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh rasa benci terhadap oarang yang sedang dibicarakan. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan ghibah antara lain:
a)      Memutuskan ikatan silaturrahmi antara sesama saudara muslim.
b)      Menimbulkan sikap balas dendam dari pihak yang digunjing.
c)      Menimbulkan permusuhan dan persengketaan.
d)     Mendapat kutukan dan murka dari Allah Swt.
e)      Melanggar etika berbicara dalam pergaulan.
f)       Fitnah.[7]
3.      Mukjizat
Mu'jizat atau mujizat (Arab معجزة, Baca Mu'jizah) adalah perkara yang di luar kebiasaan, yang dilakukan oleh Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, untuk membuktikan kebenaran kenabian dan keabsahan risalahnya.
Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul. Pengertian ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan rasul di dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari masyarakatnya. Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap sebagai tipu daya (sihir).
Mukjizat merupakan kejadian atau kelebihan di luar akal manusia yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat hanya dimilki oleh para rasul yang diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya. Sedangkan apabila ada seseorang yang memilki sesuatu yang luar bisa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat melainkan karomah. Kemudian ada pula istilah irhasat dan khawariq, irhasat adalah pertanda yang terjadi untuk menunjukkan tanda kelahiran seorang nabi (sebelum kenabian). Sedangkan khawariq adalah kejadian yang terjadi dalam keadaan yang luar biasa.
Mukjizat biasanya berisi tentang tantangan terhadap hal-hal yang sedang menjadi trend pada zaman diturunkannya mukjizat tersebut. Misalnya pada zaman Musa, trend yang sedang terjadi adalah ilmu sihir maka dengan mukjizat tongkat Musa bisa berubah menjadi ular dan mengalahkan ilmu sihir orang lain yang ada di sekitarnya. Juga pada zaman Isa, trend yang sedang berkembang adalah ilmu kedokteran dan pengobatan, maka pada saat itu mukjizat Isa adalah bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal yang merupakan puncak dari ilmu pengobatan.
Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang adalah ilmu sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Alquran sebagai mukjizat Muhammad. Nabi yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa menunjukkan Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra tinggi, tidak hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang terkandung di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai rujukan hukum yang tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir zaman.[8]
Beberapa contoh mukjizat para nabi dan rasul, antara lain:
1)      Nabi Daud memiliki suara merdu sehingga makhluk lain pun ikut bertasbih bersamanya, sanggup berbicara dengan burung, dan berhasil mengalahkan Jalut seorang prajurit raksasa dari negeri Filistin, sanggup melunakkan besi dengan tangan kosong.
2)      Nabi Ibrahim tidak hangus dibakar, karena api yang membakarnya berubah menjadi dingin.
3)      Nabi Muhammad berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan untuk membuktikan kenabiannya terhadap orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di tangannya, batang kurma yang menangis, pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa masa depan ataupun masa lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah Al-Alquran.
Mukjizat-mukjizat tersebut tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:
1)      Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada kaumnya tentang apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka.
2)      Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Musa yang diutus kepada Firaun dan kaumnya.
3)      Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain.
C.     Strategi Pembelajaran Aqiah Akhlak
Jika dilihat dari meteri-materi pelajaran di atas, mata pelajaran aqidah akhlak lebih menekankan kepada prilaku siswa. Dengan demikian, peran guru diharapkan lebih dominan dalam membentuk akhlak siswa. Dengan menggunakan metode yang sesuai dalam pembelajaran dan cara guru menyampaikan materi belajar di kelas dan kehangatan guru terhadap anak didiknya akan meningkatkan motivasi dan keantusiasan siswa dalam belajar. Peranan metode akan nyata jika guru memilih metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang hendak dicapai oleh tujuan pembelajaran. Banyak faktor yang perlu diketahui untuk mendapatkan pemilihan metode yang akurat, seperti faktor guru sendiri, sifat bahan pelajaran, fasilitas, jumlah anak didik di kelas, tujuan dan sebagainya.
Dalam pembelajaran aqidah akhlak seorang pendidik dapat menggunakan metode ceramah dan diskusi yang dikemas dengan bahan ajar yang menarik sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar tentang aqidah akhlak itu sendiri dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada beberapa cara yang digunakan guru untuk merangsang dalam belajar yang dapat meninggkatkan motivasi siswa dalam belajar,
1.       Menggairahkan Anak didik
Dalam kegiatan rutin dikelas sehari-hari guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek ke lain aspek pelajaran dalam situasi belajar.
2.       Memberikan Harapan Realistis
Guru harus memelihara harapan-harapan peserta didik yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang dan realistis.
3.       Memberikan Insentif
Bila anak didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah kepada peserta didik, sehingga anak terdorong usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran.[9]
III.       PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan.
Pembelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Peta Konsep Pembelajaran Aqidah Akhlak
1.      Akhlak Mahmudah
Diantara akhlak mahmudah adalah
a.       Mahabbah
b.      Roja
c.       Syukur
d.      Tawakal
e.      Ridho
f.        Taubat
g.       Taqwa
2.       Akhlak Madzmumah
a.       Akhlak Tercela Terhadap Allah, diantaranya :
1)      Ria
2)      Nifak
b.      Akhlak Tercela Terhadap Diri Sendiri, diantaranya :
1)      ‘Ananiya
c.       Akhlak Madzmumah Terhadap Orang Lain, diantaranya :
1)      Hasad
2)      Ghibah
3)      Mukjizat
Dalam pembelajaran aqidah akhlak seorang pendidik dapat menggunakan metode ceramah dan diskusi yang dikemas dengan bahan ajar yang menarik sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar tentang aqidah akhlak itu sendiri dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.


                             DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi Wahid, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, Solo: Era Intermedia, 2004
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994
Quasem Muhammad Abul, Etika Al-Ghazali, Bandung : PUSTAKA, 1988
Nuh Sayyid Muhammad, Mengobati Tujuh Penyakit Hati, Bandung : Mizan Pustaka,2004
Al Arif Ahmad Adib, Akidah Akhlak , Semarang : Aneka Ilmu,2009
A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II,  Bandung : ARMICO, 2009
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali Press, 1987










[1] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), hlm. 13
[2] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, hlm. 20
[3] Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), hlm 26
[4] Muhammad Abul Quasem, Etika Al-Ghazali, (Bandung : PUSTAKA, 1988), hlm. 113
[5] Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati Tujuh Penyakit Hati, (Bandung : Mizan Pustaka,2004), hlm 72
[6] Ahmad Adib Al Arif, Akidah Akhlak , (Semarang : Aneka Ilmu,2009), hlm 98
[7] A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II, ( Bandung : ARMICO, 2009 ), Cet. 1 hlm 85
[8] Ahmad Adib Al Arif, Akidah Akhlak, hlm 115
[9] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rajawali Press, 1987), hlm. 27

No comments:

Post a Comment